Sabtu, 07 April 2012

Meraup Dolar dari Rasa Penasaran


Selama tiga pekan sejak dirilis 1 Juli lalu, film Transformers: Dark of the Moon merajai box office dunia. Di Amerika Serikat dan Kanada, pada pekan pertama pemutaran, film itu meraup pemasukan sebesar 97,4 juta dolar AS. 

Menurut Paramount Pictures yang mendistribusikan film tersebut, angka itu fantastis dan mematahkan rekor Pirates of the Caribbean: On Stranger Tides yang rilis perdana Mei lalu. Film produksi Disney itu hanya mendapat pemasukan 90,2 juta dolar AS.

Sebenarnya, angka 97,4 juta dolar itu hanya hitungan untuk tiga hari pemutaran. Tapi jumlah itu pun mematahkan rekor The Spider-Man 2 (2004) yang dalam tiga hari meraup pemasukan 88,2 juta dolar. Keberadaan sekuel ketiga Transformers di puncak box office itu juga menggusur keperkasaan film sekuel lain, yaitu Car 2 produksi Walt Disney Studios Motion Pictures.

Catatan ke-box-office-an hampir selalu dirujuk dari pendapatan sebuah film. Sederhananya, film box office adalah film laris manis. Coba Anda cermati film-film di atas yang tercatat sebagai contoh raja-raja box office itu. Semuanya film sekuel. 

Jadi, semua film sekuel laris? Tidak semuanya, tapi ada kecenderungan seperti itu. Apalagi tidak pas pula menyimpulkan bahwa yang laris di pasaran itu film sekuel. Banyak film bukan sekuel yang laris. Sebab, sebenarnya salah satu alasan sebuah film dibuat sekuelnya adalah karena kesuksesannya mendulang pasar. Bahkan kalau tak laku pun, jenis film remake-nya punya keniscayaan mendulang sukses.

Kita lihat James Bond, film sekuel legendaris yang selalu laris ketika dirilis. Film pertamanya Dr No (1962) dengan aktor Sean Connery tidak dibikin dengan rencana membuat film kedua dan seterusnya. Lalu film itu sukses dan sekuel ke-23 sudah bakal menyambangi kita (kalau jadi dirilis November 2012). Film lain macam Star Wars, sosok-sosok superhero, jagoan komik, atau kartun ala Disney pun punya pola serupa. Bahkan saat para aktor pemainnya berganti-ganti seperti James Bond dan film sekuel tokoh superhero, nasib filmnya hampir tak berubah: selalu laris.

Coba saja kita tilik catatan data film box office hingga tujuh bulan di tahun ini. Seperti sudah disebut, ada Transformers: Dark of the Moon. Dua bulan sebelumnya sosok Jack Sparrow masih mengharu-biru penonton film dalam sekuel keempat Pirates of the Caribbean. Yang diprediksi sangat mungkin menduduki puncak box office berikutnya adalah Harry Potter and The Deathly Hallows Part 2 yang rilis setelah Transformers #3.

Kecenderungan Serupa

Tahun lalu, dominasi film box office pun memperlihatkan hal serupa. Dari 10 film terlaris, ada film yang merupakan sekuel dari film sebelumnya. Yakni, Toy Story 3, Iron Man 2, The Twilight Saga: Eclipse, Harry Potter and The Deathly Hallows Part 1, dan Shrek: Forever After. Kalau film remake seperti Alice in Wonderland dan The Karate Kid bisa dianggap sebagai ”film lama rasa baru” seperti film sekuel, jumlahnya menjadi 7 film. Dan dalam daftar itu pun ada film How To Train Your Dragon yang sudah direncanakan sekuelnya.

Secara sederhana, kita bisa menyimpulkan bahwa tujuan utama pembuatan film sekuel dari film yang sukses adalah semata meraup keuntungan. Selagi masih bisa dijadikan sumber pengucuran pundi-pundi, umumnya film sekuel yang selalu laris bakal terus diproduksi. Film Harry Potter misalnya mungkin tak termasuk dalam film sekuel yang tak terbatas produksinya. Sebab, film itu diadaptasi dari novel laris yang sudah dihentikan pada buku ketujuh. Tapi adanya part 1 dan part 2 dalam film terakhir sosok penyihir remaja itu menjadi bukti produsernya tak ingin berhenti. 

Di luar itu, kita perlu juga mempertimbangkan soal investasi untuk sebuah film yang lalu disekuelkan. Produser film-film sekuel tentu saja mempertimbangkan segala macam properti, termasuk juga para pemain, yang sayang sekali kalau hanya dipakai sekali. Atas alasan memanfaatkan investasi yang telah ada pun kadang tak selalu berhasil. Seperti sudah disebut, sebuah film awal yang laku keras, sekuelnya bisa saja berantakan. Sebut beberapa misalnya Jaws (1975) garapan Steven Spielberg yang berantakan ketika dibuat Jaws: The Revenge (1987), atau film paling populer pada zamannya seperti First Blood (1982) yang lebih dikenal dengan Rambo) hanya sukses pada First Blood II (1985). Bahkan film garapan aktornya sendiri Sylvester Stallone dengan judul Rambo (2008) nyaris tak terdengar.

Itu dari sisi produser atau kalangan orang film. Bagaimana dari sisi penonton? Mengapa mereka suka menonton film sekuel? Paling sederhana jawabannya adalah kepenasaranan mereka terhadap ”kelanjutan” dari film yang sebelumnya sudah mereka tonton. Apalagi, bila film sebelumnya itu bagus dan punya banyak penonton (setidaknya yang tak sempat menonton merasa penasaran mengapa sebuah film ditonton begitu banyak orang). Kepenasaranan itu pula yang dengan cantik dimainkan para pembuat film sekuel Hollywood dengan menyuguhkan film berpola cliffhanger ending atau akhiran yang menggantung.

Ya, dari kepenasaranan itulah mereka meraup dolar. Meskipun tak semua film laris itu berkualitas bagus. Situs filmsite.org hanya mencontohkan beberapa film sekuel yang laris dan bagus seperti The Lord of the Rings, Shrek, dan The Godfather. Yang lainnya, bisa jadi hanyalah film-film yang pintar memainkan kepenasaranan penonton. Noni Arnee


17082011

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/07/17/152796/Meraup-Dolar-dari-Rasa-Penasaran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar